Seorang yang menulis (apapun yang ditulisnya) sesungguhnya tanpa disadari telah beranjak dari sekitarnya ketika ia menulis. Ketika itu pikiran dan jiwanya bebas mengembara pada satu dimensi dimana ia menghendakinya. Ia sendiri barang kali hidup di realita yang tak sama dengan lingkungan dan kesehariannya. Sebuat saja ketika seseorang misalanya menulis puisi, meski sehari-hari dipekakkan dengan hiruk pikuk lingkungannnya, tapi tetap bisa menghadirkan deskripsi akan kesejukan, ketenangan, kedamaian yang seolah benar-benar ia rasa, dan berada pada wilayah yang diciptakannya itu.
Lebih jauh, seorang yang menulis adalah seorang yang merdeka dengan kehendak dan peribadinya. Secara ‘alamaiah’ ia tentu tak akan mungkin menulis sesuatu yang berseberangan dengan suara hatinya, dengan apa yang menjadi pemikiran-pemikirannya meski kadang antara suara hati, pikiran itu dan realitanya agak berjauhan karena kelemahannya, namun tetap saja yang ditulis itu adalah kejujuran dari hatinya. Ia tak bisa dipaksa untuk mengikuti kecenderungan yang berlaku di dunia (trend) sebab ia mempunyai prinsip personal yang tak ada siapa yang memengaruhinya.